Umur setahun saya sudah resmi jadi warga Depok. Delapan tahun menuntut ilmu di TK dan SD yang jarak tempuhnya ga lebih lama dari masak mie instan. Tiga tahun masa ABG saya juga cuma sejarak hati eneng ke abang. Ga jauh. Pun masa putih abu-abu saya yang cuma disekitaran sekolah sebelumnya.
Akhirnya lepas seragam sekolah, tapi ternyata Allah masih menakdirkan saya menimba ilmu di daerah tersebut. Depok. Alhamdulillah.
Setelah terkungkung dalam zona membosankan namun nyaman, katak keluar menjajal dunia luar. Rutinitas 'ngilmu' saya mendadak berubah. Habit "jadwal kelas jam satu sepuluh, berangkat jam satu", kini menjadi "kelas jam satu, berangkat jam sepuluh". Yah.. beda Tipis.
Here i am, 'terdampar' di ladang baru dimana harga sate ayam plus lontong dengan rasa standar adalah tujuh belas ribu dan es kelapa sembilan ribu.
Setidaknya sekarang bukan cuma asap hitam kaleng sarden roda empat, kemacetan yang ga ada jutrungannya dan manusia dengan emosi tingkat tinggi layaknya mutan hasil polusi yang lebih akrab dengan saya, tapi juga Bapa. Ya, lokasi kampus baru yang bertetangga dengan kantor Bapa akhirnya bisa bikin saya 'lebih nyambung' sama doi. Paling engga, sekarang ada topik untuk dibicarakan saat cuma berdua. Walaupun cuma 'gibahin' matahari yang lagi suka ngasih extra panas di tengah hari. Lumayan, makhluk ketiga yang suka ada ditengah-tengah saya dan Bapa mulai berkurang. Jangkrik udah mulai melirik dua orang manusia lain yang lagi kejebak dalam momen ngomong-apa-lagi-nih-gue-sekarang. Saya juga jadi menuntut diri untuk lebih semangat dan rela hati menempuh 20 km (yang terkadang cuma untuk satu setengah jam di kampus), kali aja pahalanya juga jadi berpuluh kali lipat :D
"The sky is the limit. You never have the same experience twice"
-Frank McCourt-
No comments:
Post a Comment